Poso, Sulawesi Tengah – Kawasan Lembah Bada di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, resmi mendapat sorotan internasional setelah UNESCO mencatat situs ini sebagai salah satu kawasan budaya dengan lebih dari 1.000 peninggalan megalitik. Penemuan ini menempatkan Lembah Bada sejajar dengan peradaban besar dunia, termasuk kerajaan-kerajaan Yunani kuno.
Terletak di dalam Taman Nasional Lore Lindu, Lembah Bada dikenal luas sebagai “Negeri Seribu Megalit”. Ribuan arca batu antropomorfik dan zoomorfik, kalamba (kubur batu), serta wati baula tersebar di berbagai titik lembah. Di antara temuan itu, Patung Palindo menjadi ikon utama dengan ekspresi wajah tersenyum, sehingga dijuluki “Sang Penghibur”.
Hingga kini, siapa pembuat patung-patung tersebut dan tujuan pembangunannya masih menjadi misteri besar. Sejumlah arkeolog memperkirakan peninggalan ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu, bahkan sezaman dengan puncak kejayaan kerajaan-kerajaan besar dunia.
Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Fast Respon Nusantara (PW.FRN), Agus Flores, menyampaikan apresiasinya atas perhatian dunia terhadap Lembah Bada. Ia menegaskan bahwa keberadaan situs ini adalah bukti kejayaan peradaban Nusantara yang harus dijaga bersama:
“Ini adalah warisan dunia yang berada di tanah kita sendiri. Jangan sampai kekayaan budaya ini hilang atau terabaikan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, media, dan masyarakat harus bersinergi untuk melindungi, meneliti, dan mempromosikan Lembah Bada. Nusantara memiliki peradaban setara dengan dunia Barat, dan Lembah Bada adalah buktinya,” tegas Agus Flores.
PW.FRN juga menyatakan kesiapan untuk menjadi garda terdepan dalam menyuarakan perlindungan warisan budaya Indonesia, termasuk mendorong percepatan penetapan Lembah Bada sebagai Warisan Dunia UNESCO.
Dengan kekayaan arkeologi yang masih menyimpan banyak misteri, Lembah Bada berpotensi menjadi pusat perhatian peneliti internasional sekaligus destinasi wisata budaya kelas dunia.
Diakhiri Pembicaraannya, Jangan Warisan Sejarah dirusak dengan Manusia Tak Beruntung.
” Manusia Tak Beruntung Itu Yang Merusak Alam Cakar Budaya Megalitikum,” tegas