Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaInternasional

Teater Jalanan di Depan Kedubes AS: Mahasiswa Suarakan Derita Palestina Lewat Aksi Teatrikal Jakarta

31
×

Teater Jalanan di Depan Kedubes AS: Mahasiswa Suarakan Derita Palestina Lewat Aksi Teatrikal Jakarta

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta, 13 April 2025 – Detiksatu.id | Aksi massa dari berbagai elemen pelajar dan masyarakat sipil memad– Massa aksi dari berbagai elemen pelajar dan masyarakat sipil memadati kawasan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, pada Minggu pagi. Di bawah terik matahari dan bayang-bayang gedung-gedung tinggi, suara protes menggema lantang, menggugat diamnya dunia terhadap tragedi kemanusiaan di Palestina.

Namun orasi bukan satu-satunya cara mereka bersuara. Dalam aksi nasional bertajuk “Panggilan Kemanusiaan: Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia Bela Palestina” , sekelompok mahasiswa menghadirkan teater jalanan sebagai media kritik dan solidaritas. Penampilannya tidak hanya menyentuh rasa, tapi juga mengejutkan kesadaran.

Example 300x600

Tubuh dan Teater sebagai Media Perlawanan
Di tengah keramaian, panggung dadakan dibentuk dari aspal jalanan. Sosok-sosok berpakaian kumal memerankan anak-anak dan warga sipil Palestina yang diserang tanpa ampun. Dentuman suara bom, berteriak, dan tangisan menyayat menggambarkan kenyataan yang selama ini hanya dilihat sekilas di layar—atau bahkan, tak pernah diberitakan.

Pertunjukan dibuka dengan adegan seorang ibu yang kehilangan anaknya dalam serangan udara. Tubuh sang anak dibungkus kafan putih, lalu ditinggalkan di tengah panggung. Adegan demi adegan menampilkan represi, kekerasan, dan ketakberdayaan—kontras dengan simbol-simbol kekuasaan global yang digambarkan melalui topeng dan properti teatrikal.

“Ini bukan sekedar seni. Ini adalah bentuk perlawanan. Kami menyuarakan mereka yang tak lagi punya suara,” ujar Namsianto Wakhid , koordinator aksi dan salah satu penggagas pertunjukan teatrikal tersebut.

Kedubes AS Jadi Titik Protes
Pemilihan lokasi aksi bukan tanpa alasan. Amerika Serikat dinilai sebagai aktor utama dalam mendukung penjajahan Israel atas Palestina, baik dari aspek militer, ekonomi, hingga politik. Dalam pertunjukan itu, tokoh-tokoh dunia ditampilkan sebagai simbol kekuasaan yang diadili secara simbolik oleh rakyat.

Wajah-wajah para pemimpin dunia digambarkan dalam poster “WANTED” dengan cap “WAR CRIMES” . Mahasiswa secara terbuka menantang narasi bahwa Amerika adalah pembela demokrasi, sambil menunjukkan bahwa kekuasaan mereka hanya menopang ketidakadilan.

“Kami tidak takut menunjuk siapa yang sebenarnya berdiri di balik genosida ini. Amerika adalah bagian dari mesin penjajahan. Diam adalah dosa,” ujar Iqbal Ramadhan , mahasiswa Universitas Saintek Muhammadiyah.

Dari Orasi ke Aksi Simbolik: Kritik yang Menggigit
Teater menjadi kanal penting ketika opini publik dibatasi, media dibungkam, dan fakta dikaburkan. Mahasiswa menjadikan tubuh mereka sendiri sebagai media pesan: darah-darah palsu, rebah tubuh, dan teriakan menggantikan data statistik yang sering tidak berbunyi.

Dengan ekspresi yang tak bisa dibungkam, mereka menghidupkan kenyataan: bahwa Palestina sedang dijajah, dan dunia sedang bungkam.

Tuntutan Aksi yang Tegas dan Konkret
Para peserta aksi membawa sederet tuntutan yang jelas, antara lain:

Penghentian total dukungan Amerika Serikat terhadap Israel.

Penegakan hukum internasional terhadap pelaku kejahatan perang.

Sikap konkret dari Pemerintah Indonesia, bukan hanya retorika diplomatik.

Boikot produk yang mendukung penjajahan.

Dukungan terhadap ruang-ruang akademik dan budaya sebagai dasar gerakan solidaritas.

Lebih dari Sekadar Aksi: Ini Tekad Kolektif
Aksi ini bukan akhir dari gelombang solidaritas, melainkan bagian dari kebangkitan kesadaran yang menyebar ke seluruh kampus dan komunitas. Mahasiswa membuktikan bahwa mereka bukan hanya penonton sejarah, melainkan penggerak perubahan.

“Keadilan tak lahir dari diam. Kalau Palestina tak bisa bersuara, maka kita wajib bersuara untuk mereka,” ujar Radityo Satrio , Ketua Bidang Hubungan Kerjasama FKM-BP.

Penutup: Teater yang Menghidupkan Nurani
Pertunjukan ditutup dengan keheningan. Para pemain berbaring kaku di tanah, dibalut kafan putih, sementara suara azan menggema pelan. Tak ada tepuk tangan. Hanya diam yang menggema—diam yang lebih nyaring dari kata-kata.

Melalui aksi ini, mahasiswa mengirimkan pesan jelas: bahwa kemanusiaan tidak mengenal batas negara , dan perjuangan untuk Palestina adalah bagian dari perjuangan untuk hati nurani bersama.

(Red)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *