Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Uncategorized

Mencari Format Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum dalam Penanganan Perkara Pidana Menyongsong Pembaruan KUHAP

11
×

Mencari Format Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum dalam Penanganan Perkara Pidana Menyongsong Pembaruan KUHAP

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

DETIKSATU.ID, | Jakarta – Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi momentum penting dalam menata ulang koordinasi antara penyidik dan penuntut umum dalam sistem peradilan pidana.

Dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), para akademisi dan praktisi hukum menyoroti urgensi sinergi antara kedua institusi tersebut guna mewujudkan proses penegakan hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.

Example 300x600

Presiden Mahasiswa (Presma) Badan Eksekutif Mahasiswa Univeritas Muhammadiyah Jakarta (BEM UMJ) Wildan Mutaqin menyampaikan dalam sambutanya bahwa Seminar Nasional ini tidak hanya menjadi ajang bagi kita untuk menambah wawasan, tetapi juga sebagai tempat diskusi yang konstruktif dalam merumuskan solusi terkait permasalahan hukum yang tengah berkembang di negara kita.

“Penting bagi kita untuk terus menggali dan mengembangkan format yang tepat dalam koordinasi ini, guna memastikan agar proses peradilan pidana berjalan lebih transparan, adil, dan efisien.”ucap Wildan.

Selanjutnya Narasumber Dr. Alfitra, S.H., M.Hum., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjelaskan bahwa sebelum adanya kekuasaan sentral yang berwenang dalam tugas peradilan, penuntutan dilakukan secara perseorangan oleh pihak yang dirugikan. Model accusatoir murni ini, menurutnya, menyatukan proses pidana dan perdata dalam satu mekanisme.

“Penuntutan kesalahan seseorang menjadi sulit karena yang bersangkutan memperoleh kesempatan menghilangkan barang bukti. Kerap kali tuntutan pidana tidak dilakukan karena adanya rasa takut terhadap pembalasan dendam atau ketidakmampuan mengungkapkan kebenaran. Oleh karena itu, tuntutan pidana kemudian diserahkan kepada badan negara khusus yang disebut Openbaar Ministerie sebagai Penuntut Umum. Sejak saat itu, tuntutan pidana tidak lagi menjadi persoalan pribadi, tetapi menjadi persoalan kepentingan umum,” jelas Alfitra.

Sementara itu, Andrean H. Poeloengan, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI periode 2016-2020, menilai bahwa pembaruan KUHAP harus mempertimbangkan keseimbangan antara kewenangan penyidik dan penuntut umum. Menurutnya, koordinasi yang lebih erat antara kedua pihak sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang-tindih kewenangan yang dapat menghambat efektivitas penyelesaian perkara pidana.

Di sisi lain, Dr. Chairul Huda, S.H., M.H., Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UMJ, menegaskan ketidaksetujuannya terhadap gagasan yang menempatkan jaksa sebagai penuntut umum sekaligus penyidik. Menurutnya, pemisahan tugas antara penyidik dan penuntut umum harus tetap dijaga demi memastikan adanya mekanisme check and balance dalam sistem peradilan pidana.

Chairul Huda juga menjelaskan konsep dominus litis, yang menunjukkan bahwa penuntut umum memonopoli penuntutan dan menjalankannya berdasarkan asas oportunitas. Selain itu, penuntut umum memiliki kewenangan untuk menyaring perkara sebelum diajukan ke pengadilan.

“Penuntut umum perlu menyaring perkara berdasarkan klasifikasi individu dan kepentingan umum. Yang paling penting dalam proses penuntutan adalah apakah ada kepentingan umum yang harus diperjuangkan. Namanya juga penuntut umum, maka harus melihat kepentingan umum dalam setiap perkara,” tegas Chairul Huda.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa konsep dominus litis juga memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Artinya, tidak semua perkara harus dibawa ke persidangan. “Perkara yang diajukan ke pengadilan mestinya yang memiliki bukti kuat, sehingga tidak terlalu banyak perkara yang menumpuk di pengadilan,” tambahnya.

Diskusi ini menegaskan bahwa koordinasi antara penyidik dan penuntut umum masih menjadi tantangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan adanya pembaruan KUHAP, diharapkan mekanisme koordinasi antar-institusi dapat lebih terstruktur, sehingga meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum.***

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *