Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITA TERKINI

Kesalahan Medis atau Pelanggaran Etik? Kasus Dr. Tutik Menguncang Surabaya

87
×

Kesalahan Medis atau Pelanggaran Etik? Kasus Dr. Tutik Menguncang Surabaya

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Surabaya —Detiksat.id| Jerit keadilan kembali menggema di Jawa Timur. Keluarga korban kecelakaan maut di Sumenep akhirnya membuka tabir kebenaran yang selama ini terbungkam oleh kesimpulan otopsi forensik kontroversial.

Pada Selasa, 8 Juli 2025, Penasehat Hukum Moh. Waris dan keluarga korban kecelakaan bernama Hindun yang ditabrak almarhum Matwani bin Mosahran di Desa Sergeng, Kabupaten Sumenep, secara resmi mengadukan dr. Tutik Purwanti, Sp.FM, seorang dokter spesialis forensik yang bertugas di RS Bhayangkara Surabaya, ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Wilayah Jawa Timur.

Example 300x600

Pengaduan ini dilakukan lantaran dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan Teradu dalam menyusun laporan hasil otopsi, yang dinilai sarat kejanggalan dan berpotensi menyesatkan arah penyidikan hukum.

Kasus Kecelakaan Jadi Kasus Penganiayaan: Kronologi Bermula dari Jalan Raya Desa Sergang.

Peristiwa bermula pada 21 April 2025 sekitar pukul 06.30 WIB, ketika terjadi kecelakaan di Jalan Raya Desa Sergang, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep. Kecelakaan tersebut melibatkan pengendara sepeda motor Matwani dan pengayuh sepeda pancal Hindun. Keduanya mengalami luka-luka dan dilarikan ke RSUD dr. H. Moh. Anwar, Sumenep.

Pada 28 April 2025, Matwani dinyatakan meninggal dunia. Laporan kecelakaan telah didaftarkan secara resmi melalui LP/A/83/IV/2025/SPKT.SATLANTAS/POLRES SUMENEP/POLDA JATIM, dan kasusnya mulai ditangani oleh Satlantas Polres Sumenep.

Namun, hanya satu hari setelah laporan kecelakaan diterima, muncul laporan baru yang mencurigakan: dugaan penganiayaan terhadap Matwani, sebagaimana tertuang dalam LP/B/197/IV/2025/SPKT Polres Sumenep.

Sulaisi Abdurrazaq: “Istilah ‘Pembunuhan’ Itu Ranah Hakim, Bukan Dokter”

Kuasa hukum keluarga korban, Sulaisi Abdurrazaq, menegaskan bahwa dalam resume otopsi yang disusun dr. Tutik, terdapat banyak istilah bermuatan hukum, bukan medis, yang tidak semestinya digunakan oleh seorang dokter forensik.

“Kata ‘dipukul berkali-kali’ itu seharusnya menjadi temuan aparat penegak hukum, bukan kesimpulan dari dokter. Apalagi sampai menyebut ‘pembunuhan’ itu istilah yuridis, bukan medis,” tegas Sulaisi.

“Kami melihat dr. Tutik yang disinyalir seolah-olah ‘merebut’ peran penyidik dan hakim. Ini sangat membahayakan penegakan hukum dan berpotensi menyesatkan.”

Rincian Dugaan Pelanggaran Etik yang Disorot Keluarga Korban

Menurut surat pengaduan resmi, Teradu melakukan otopsi atas jenazah Matwani di RSUD dr. H. Moh. Anwar pada 28 April 2025. Dalam laporan medisnya, disebutkan secara eksplisit bahwa:

Luka-luka pada tubuh korban tidak disebabkan oleh kecelakaan, melainkan karena “dipukul berkali-kali.”

Dinyatakan bahwa cara kematian adalah “tidak wajar (pembunuhan).”

Padahal, laporan kecelakaan telah sah secara hukum, dan hasil penyidikan awal pun telah menetapkan almarhum Matwani sebagai tersangka pelaku kecelakaan, berdasarkan SP2HP dan penetapan tersangka dari Satlantas.

Namun, laporan medis dr. Tutik justru berujung pada penetapan tersangka baru atas nama Moh. Waris bin Sumahwan, yang dituduh melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian, sebagaimana disebutkan dalam Surat Penetapan Tersangka Satreskrim tanggal 3 Juni 2025.

Sulaisi: “Kami Tidak Diberi Akses ke Laporan Medis”

Yang lebih mengkhawatirkan, menurut Sulaisi, kuasa hukum keluarga korban tidak diberi akses penuh terhadap laporan medis hasil otopsi, kecuali hanya diperlihatkan sekilas oleh penyidik.

“Sayang sekali, kami selaku penasehat hukum dari klien kami tidak dapat mengakses laporan medis tersebut, kecuali hanya diperlihatkan oleh penyidik Polres Sumenep.” katanya.

Keterangan dari para saksi di lokasi kejadian juga tidak mendukung narasi bahwa Matwani meninggal karena penganiayaan. Tidak satu pun saksi menyebut adanya pemukulan terhadap korban sebelum meninggal.

Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya kontradiksi antara hasil otopsi dan fakta lapangan, yang akhirnya memunculkan kecurigaan terhadap integritas dan independensi Teradu dalam menyusun kesimpulan medis.

Indikasi Kontaminasi: Laporan Diduga Dikte oleh Arah Penyidik

Sulaisi menyatakan bahwa penggunaan istilah hukum dalam laporan medis bukan hanya keliru secara prosedural, namun berpotensi menunjukkan bahwa Teradu terkontaminasi oleh kepentingan penyidikan.

“Kami mencurigai Teradu telah terkontaminasi dan/atau terpengaruh oleh narasi-narasi yang dipaparkan penyidik agar laporan/kesimpulan medis mendukung atau menyesuaikan arah penyidikan.” pungkasnya.

Atas dasar kronologi, bukti, dan keterangan saksi tersebut, pihak keluarga melalui kuasa hukum memohon kepada MKEK IDI Jawa Timur untuk segera: Melakukan pemeriksaan etik terhadap dr. Tutik Purwanti, Melakukan audit terhadap laporan forensik terkait jenazah Matwani.

Kemudian memastikan bahwa praktik kedokteran forensik tidak digunakan sebagai alat pembenaran narasi hukum yang menyesatkan.

“Profesi dokter harus tetap terhormat dan tidak menjadi alat penggiring kesimpulan penyidikan. Kalau hari ini tidak kita ingatkan, ke depan mungkin tidak ada lagi yang berani melapor.” tutup Sulaisi. (Bagas)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *