Detiksatu.id // Opini – Banyuwangi, Selasa 14-07-2025
Oleh: Pengamat & Penikmat CFD-BCM
Banyuwangi kembali menjadi saksi perdebatan panjang antara kebijakan dan kenyataan, antara niat baik dan dampak nyata di lapangan. Kali ini, riak gelombang itu datang dari rencana relokasi pelaku UMKM yang tergabung dalam Banyuwangi Creative Market (BCM) di kawasan Car Free Day (CFD) Taman Blambangan, ke lokasi baru di kawasan CFD Jalan A. Yani.
Sebagai pengamat sekaligus penikmat tetap kegiatan ini, saya menilai langkah ini—meskipun dikemas dalam istilah yang modern dan beraroma pembangunan: “revitalisasi dan penataan kota”—belum dibarengi dengan komunikasi publik yang kuat dan koordinasi yang konkret antara pemerintah sebagai pemegang program UMKM Naik Kelas, dengan para pelaku UMKM di CFD-BCM Taman Blambangan. Ini bukan sekadar masalah teknis pemindahan lokasi, tapi soal ekosistem yang selama bertahun-tahun tumbuh secara organik dan berkelanjutan.
CFD-BCM bukan sekadar pasar kreatif. Ia adalah ruang tumbuh sosial-ekonomi berbasis komunitas. Di sinilah ratusan pelaku UMKM memulai perjalanannya—dari ide sederhana, menjadi produk bernilai. Mereka menjual bukan hanya barang, tapi juga cerita, semangat, dan harapan. Di ruang terbuka Taman Blambangan, masyarakat dari berbagai kalangan terhubung dengan UMKM bukan hanya sebagai konsumen, tapi juga sebagai mitra sosial.
Taman Blambangan menjadi simpul aktivitas masyarakat. Ia bukan hanya jalur olahraga, tapi juga titik temu budaya dan ekonomi mikro. Di CFD-BCM, interaksi itu hidup. Semangat gotong royong antar pelaku usaha tumbuh, pelanggan tetap terbentuk, dan suasana menjadi magnet sosial yang tidak bisa begitu saja direplikasi di tempat lain.
Kebijakan relokasi ke Jalan A. Yani memang kedengarannya sederhana: hanya pindah tempat. Tapi apakah sesederhana itu dampaknya? Mari kita uraikan secara rasional, berdasarkan data sosial yang kasat mata namun kuat akar realitasnya.
Terdapat empat kelompok pelanggan utama yang selama ini menjadi tulang punggung omzet para pelaku UMKM di CFD-BCM Taman Blambangan:
Pertama Warga yang menjadi pelanggan tetap: Mereka datang setiap pekan, bukan hanya karena produk yang dijual, tapi karena suasana yang terbangun. Relokasi berisiko memutus rutinitas ini karena faktor kenyamanan dan lokasi baru yang belum tentu semenarik sebelumnya.
Kedua Warga yang olahraga pagi di Taman Blambangan: CFD dan olahraga adalah satu paket. Setelah olahraga, belanja dan jajan menjadi aktivitas lanjutan yang alami. Jika relokasi dilakukan, kelompok ini akan tercerabut dari alurnya.
Ketiga Warga yang berbelanja di Pasar Induk: Pasar besar dan CFD saling melengkapi. Warga yang berbelanja kebutuhan pokok seringkali menyempatkan diri mampir ke BCM, bahkan sekadar ngopi atau membeli produk kreatif. Relokasi ke titik yang jauh dari Pasar Induk jelas memotong potensi ini.
Keempat Warga yang olahraga pagi di Pantai Boom: Tak sedikit yang setelah menikmati udara pantai pagi, bergeser ke Blambangan untuk jajan atau menikmati suasana CFD. Akses dari Pantai Boom ke A. Yani akan menjadi tantangan tersendiri bagi pelanggan segmen ini.
Jika keempat kelompok ini tidak mendapat jaminan keberlanjutan akses dan kenyamanan di lokasi baru, maka relokasi akan sangat mungkin menurunkan omzet pelaku UMKM secara signifikan. Ini bukan pesimisme, tapi realitas pasar yang bergerak berdasarkan trust, habit, dan experience.
Ironis bila program UMKM Naik Kelas justru menjadi bumerang akibat kurangnya komunikasi. Saya yakin tidak ada yang menolak pembangunan, apalagi penataan kota yang lebih baik. Tapi pembangunan yang tidak partisipatif akan menghasilkan kebijakan yang timpang: elok di atas kertas, menyesakkan di lapangan.
Sebagai penikmat CFD-BCM, saya merasakan tidak adanya forum terbuka yang melibatkan publik secara luas. Minimnya public hearing atau dialog tatap muka dengan pelaku UMKM menunjukkan kebijakan ini belum matang secara sosial dan ekonomi. Di mana suara para pelaku usaha kecil itu ditampung? Apakah ada riset pola pergerakan konsumen? Atau sekadar asumsi bahwa “di mana pun dipindah, orang akan tetap datang”?
Sebagai pengamat dan penikmat CFD – BCM, saya hanya berharap agar kebijakan ini tidak jadi monolog. Karena kota yang baik bukan kota yang sekadar rapi dan modern, tapi kota yang mendengarkan denyut hati warganya.


















