Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaDaerah

Bersama GRIB Jaya Jatim dan MAKI Jatim Sengketa Tanah di Jalan Dr Soetomo yang Kontroversi, Suara Rakyat Melawan Ketidakadilan

11
×

Bersama GRIB Jaya Jatim dan MAKI Jatim Sengketa Tanah di Jalan Dr Soetomo yang Kontroversi, Suara Rakyat Melawan Ketidakadilan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Surabaya – Detiksatu.id | Perwakilan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan untuk menunda eksekusi rumah di Jalan Dr Soetomo No.55, Surabaya, pada Kamis (27/2/2025). Keputusan ini diambil di tengah aksi protes ratusan massa yang menolak penggusuran rumah tersebut.

Juru Sita PN Surabaya, Darwanto, tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 WIB dan langsung menghadapi gelombang protes dari massa aksi. Di hadapan para pengunjuk rasa, ia mengumumkan bahwa eksekusi ditunda.

Example 300x600

“Melihat situasi dan kondisi saat ini, juga rekomendasi surat dari Polrestabes Surabaya, eksekusi pada hari ini ditunda,” ujar Darwanto di tengah kerumunan.

Mendengar pengumuman itu, massa aksi langsung menyuarakan tuntutan mereka. Seruan “batal” menggema di lokasi, sebagai bentuk penolakan atas eksekusi yang hanya ditunda, bukan dibatalkan sepenuhnya.

Meski keputusan yang diambil tidak sesuai dengan harapan mereka, massa tetap mengakhiri aksi dengan tertib tanpa insiden anarkis.

Sengketa Panjang: Kronologi Kasus Eksekusi Rumah di Dr Soetomo

Eksekusi rumah yang kini dipermasalahkan melibatkan keluarga Tri Kumala Dewi, seorang anggota keluarga TNI AL yang telah menempati rumah tersebut sejak 1963.

David Andreasmito, Pembina Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Jatim, menjelaskan bahwa rumah tersebut awalnya diberikan sebagai hadiah oleh sang ayah, Laksamana Soebroto Joedono, yang merupakan Panglima Armada Nusantara.

“Rumah ini telah ditinggali oleh keluarga Ibu Tri sejak 1963 dengan surat izin. Kemudian, rumah ini dibeli secara lunas pada tahun 1972 dengan harga sekitar Rp400 juta saat itu,” terang David.

Namun, pada 1991, muncul gugatan dari Hamzah Tedjakusuma yang mengklaim kepemilikan rumah tersebut dengan dasar sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 651/Kelurahan Soetomo. Setelah melewati proses hukum, pada 1997 gugatan tersebut dimenangkan oleh Tri karena masa berlaku HGB yang dijadikan bukti telah habis sejak 1980.

Sengketa berlanjut ketika Rudiantoro, yang membeli surat tanah dari istri Hamzah pada 2008, kembali menggugat Tri. Meski kembali dimenangkan oleh Tri pada 2010, kasus ini tak kunjung berakhir.

Pada 2013, Rudiantoro justru dinyatakan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah terungkap adanya dugaan pemalsuan dokumen terkait kepemilikan tanah tersebut.

Namun, meskipun berstatus buron, Rudiantoro masih sempat menjual surat tanah kepada Handoko Wibisono pada 2016. Transaksi inilah yang memicu dugaan keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini.

Kecurigaan Mafia Tanah dan Kejanggalan Putusan Pengadilan

Setelah mendapatkan surat tanah dari Rudiantoro, Handoko kembali mengajukan gugatan terhadap Tri di tahun yang sama. Kali ini, pengadilan justru memenangkan Handoko dan menetapkan Tri harus membayar ganti rugi sebesar Rp5,4 miliar.

David menilai keputusan ini sangat janggal, mengingat sebelumnya kepemilikan Handoko atas tanah tersebut berasal dari transaksi yang melibatkan tersangka kasus pemalsuan dokumen.

“Handoko ini dilaporkan ke Bareskrim pada September 2024. Kami menduga eksekusi ini dilakukan dengan terburu-buru karena pihak-pihak yang terlibat tahu bahwa kasus ini akan naik ke tahap penyidikan,” ujar David.

Dalam aksi penolakan eksekusi, GRIB Jaya Jatim menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), dan Forum Komunikasi Putra-Putri Angkatan Laut (FKPPAL).

Ketua MAKI Korwil Jatim, Heru Satrio, menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan surat ke Komisi III DPR RI, Komnas HAM, serta Komisi Yudisial untuk mengusut dugaan keterlibatan mafia tanah dalam perkara ini.

“Kami sudah mengirimkan surat ke Komisi III DPR dan Komnas HAM untuk meminta peninjauan ulang atas kasus ini. Selain itu, kami juga meminta pemeriksaan terhadap tiga hakim yang memenangkan gugatan Handoko,” tegas Heru.

Menurutnya, dalam putusan pengadilan yang memenangkan Handoko, majelis hakim hanya mengandalkan keterangan dari seorang notaris yang diduga terlibat dalam praktik mafia tanah.

“Ini parodi peradilan yang sangat aneh. Bagaimana bisa sebuah putusan hanya berdasarkan keterangan seorang notaris tanpa mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang sudah ada sebelumnya?” ujarnya.

Saat ini, pihak MAKI bersama tim hukum Tri Kumala Dewi telah mengajukan gugatan perlawanan ke PN Surabaya serta terus mengawal proses hukum yang tengah berlangsung di Bareskrim Polri.

Proses Hukum Masih Berjalan, Massa Siap Kawal Kasus Ini

Dengan status hukum yang masih bergulir, GRIB Jaya Jatim dan elemen masyarakat lainnya berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum yang berpihak pada keadilan.

Mereka juga meminta agar Komisi Yudisial segera memeriksa majelis hakim yang menangani perkara ini, serta mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan keterlibatan mafia tanah dalam proses eksekusi.

Keputusan PN Surabaya untuk menunda eksekusi menjadi momentum bagi para aktivis dan masyarakat untuk terus menekan pihak terkait agar kasus ini diselesaikan dengan transparan dan adil.

Seiring dengan perkembangan kasus ini, masyarakat diminta untuk terus memantau dan mengawal jalannya proses hukum, agar tidak ada lagi praktik mafia tanah yang merugikan rakyat kecil. (Bagas)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *