Banyuwangi –Detiksatu.id | Aktivitas penggalian kabel bawah tanah bekas milik PT. Telkom Indonesia di jalur Genteng–Karangdoro, tepatnya di Dusun Lidah, Desa Gambiran, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi, menuai sorotan tajam. Aksi ini terjadi pada Kamis malam, 9 Mei 2025, sekitar pukul 23.58 WIB, dilakukan tanpa papan proyek, rambu keselamatan, ataupun izin resmi dari Dinas PU Bina Marga Banyuwangi.
Sekelompok pekerja yang mengaku mewakili PT. Putri Ratu Mandiri, perusahaan pemenang lelang kabel bekas Telkom, tampak melakukan penggalian secara terbuka. Namun, hingga Rabu, 21 Mei 2025, belum ditemukan satu pun dokumen perizinan resmi di instansi teknis yang berwenang.
Aktivis muda Rofiq Azmy turun langsung memverifikasi legalitas proyek tersebut dengan mendatangi Kantor Telkom Genteng pada 20 Mei 2025. Namun, bukannya mendapat kejelasan, Rofiq malah dituding menyebabkan kerugian sebesar Rp104 juta oleh seorang staf Telkom berinisial “N”, di hadapan sejumlah karyawan dan awak media.
Klarifikasi lanjutan kepada staf lain berinisial “H” juga tidak menghasilkan jawaban memuaskan. Pihak Telkom menyatakan bahwa permohonan izin telah “dititipkan” kepada seorang oknum pegawai PU Provinsi Jawa Timur berinisial “S”. Akan tetapi, dalam dokumen kontrak kerja (SPK) No. 099/PRM/IKT/III/2025 milik PT. Putri Ratu Mandiri, lokasi Desa Gambiran tidak tercantum sebagai wilayah kerja proyek—hanya disebutkan wilayah lain seperti Benculuk.
Sekretaris Dinas PU Bina Marga Kabupaten Banyuwangi menegaskan bahwa tidak pernah menerima permohonan izin dari Telkom maupun pihak pelaksana. Hal ini menegaskan bahwa aktivitas penggalian tersebut ilegal dan melanggar peraturan perundang-undangan, antara lain:
PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi,
Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Persyaratan Jaringan Telekomunikasi di Jalan,
Perda Kabupaten Banyuwangi No. 10 Tahun 2013,
Perda No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah,
serta UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, khususnya Pasal 55 terkait sanksi pemanfaatan ruang milik jalan (RUMIJA) tanpa izin.
Temuan media juga mengindikasikan dugaan keterlibatan dua oknum pegawai Telkom, yakni “N” dan “H”, yang disebut memfasilitasi kegiatan ilegal tersebut dengan memberikan akses dan dukungan logistik kepada pihak pelaksana di lapangan.
“Ini bentuk nyata penyalahgunaan wewenang. Kegiatan malam hari di ruang publik tanpa izin resmi adalah tindakan melawan hukum,” tegas Rofiq Azmy. Ia juga menyoroti dampak langsung dari kegiatan tersebut berupa kerusakan pada bahu jalan dan penurunan kontur permukaan jalan.
Rofiq mendesak aparat penegak hukum (APH) serta instansi terkait untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran pidana, penyalahgunaan aset BUMN, dan potensi kerugian negara yang timbul akibat aktivitas ilegal ini.
“Masyarakat Banyuwangi menanti tindakan tegas dari Pemkab, PT. Telkom Indonesia, dan aparat penegak hukum. Penegakan akuntabilitas harus menjadi prioritas agar kasus serupa tidak kembali terjadi,” pungkasnya.(Red)