Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Agus Flores, Ketum PW-FRN, Mengecam Keras Pernyataan “Wartawan Bodrex” Mendes PDTT Yandri Susanto

647
×

Agus Flores, Ketum PW-FRN, Mengecam Keras Pernyataan “Wartawan Bodrex” Mendes PDTT Yandri Susanto

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Palu, Detiksatu.id – Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto yang menyebut wartawan sebagai “Wartawan Bodrex” menuai kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Fast Respon (PW-FRN), Agus Flores.

Dalam pernyataannya, Minggu (2/2/2025), Agus Flores menegaskan bahwa ucapan tersebut sangat menyakiti insan pers. Menurutnya, jika ada wartawan yang tidak menjalankan tugasnya sesuai kode etik, seharusnya disebut sebagai “oknum wartawan”, bukan secara generalisasi menyebut semua wartawan sebagai “bodrex”.

Example 300x600

“Seharusnya Pak Menteri menggunakan istilah oknum wartawan. Wartawan yang tergabung di PW-FRN adalah mereka yang terus meningkatkan kompetensinya melalui pelatihan dan Uji Kompetensi Wartawan. Jadi, tidak semua wartawan itu abal-abal atau bodrex,” ujar Agus Flores.

PW-FRN sebagai organisasi pers selalu berupaya meningkatkan kualitas anggotanya dengan memberikan pelatihan dasar jurnalistik serta pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Agus Flores juga menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung memberikan label negatif kepada wartawan, tanpa memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang dan belajar menjadi lebih profesional.

“Kami di PW-FRN justru selalu konsisten melakukan pelatihan bagi wartawan agar mereka memahami tugas dan tanggung jawabnya. Namun, sayangnya, masih ada pejabat yang hanya bisa menghakimi tanpa memberikan solusi bagi mereka yang dianggap tidak profesional,” tambahnya.

Pernyataan Yandri Susanto yang viral menyebut bahwa

“Yang paling banyak ganggu kepala desa itu LSM sama Wartawan Bodrex, mereka muter-muter minta duit satu juta. Kalau ada 300 desa, maka 300 juta. Kalah gaji Kemendes, gaji menteri kalah. Oleh karena itu, mohon ditertibkan atau kalau perlu ditangkap saja, Pak Polisi.”

Pernyataan ini memicu respons keras dari berbagai organisasi pers, termasuk PW-FRN.

Agus Flores menilai bahwa ucapan tersebut dapat memicu opini publik negatif terhadap wartawan secara keseluruhan.

“Sebagai pejabat publik, seharusnya beliau lebih bijak dalam memilih kata-kata. Jika memang ada oknum wartawan yang melakukan pelanggaran, biarlah hukum yang menindak. Jangan sampai semua wartawan terkena stigma negatif akibat ulah segelintir orang,” tegas Agus Flores.

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal PW-FRN juga menyatakan bahwa mereka sepakat dengan penertiban oknum wartawan yang merusak citra profesi, namun menolak generalisasi terhadap seluruh wartawan.

PW-FRN juga meminta kepada jajaran Polri untuk tidak mengintervensi atau mengintimidasi kerja jurnalistik.

Sebab, tugas wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Pers dan memiliki peran penting dalam demokrasi.

“Jurnalis bukan profesi yang bisa membuat kaya secara instan, tetapi pekerjaan ini memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan demokrasi. Jika ada intimidasi atau intervensi, kami tidak akan mundur, karena wartawan adalah pilar keempat demokrasi,” tegas Agus Flores.

Di akhir pernyataannya, Ketum PW-FRN mengingatkan seluruh anggotanya untuk tetap menjalankan tugas dengan profesionalisme, menyajikan berita yang faktual dan berimbang, serta tidak gentar dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.

“Jika ada yang mengintimidasi, jangan pernah mundur! Profesi kita dilindungi oleh undang-undang, dan kita akan terus berjuang demi kebebasan pers di Indonesia,” tutupnya.

“M. Efendi/redpel “

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *