SUMUT | DETIK SATU – Sempat terhenti sementara, kini aktifitas Ilegal logging atau penebangan kayu liar kembali marak di wilayah Desa Poldung dan Desa Simonis Kecamatan Aek Natas dan NA IX -X Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Propinsi Sumatera Utara (Sumut).
Tak jarang, praktik perusakan hutan itu menyebabkan terjadinya konflik antara manusia dengan binatang yang ada dalam hutan tersebut, kurangnya kesadaran hingga kurang tegasnya pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) setempat dalam menindak pelaku illegal logging disinyalir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan hutan di Labura. Aturan hukum pidana untuk pelaku illegal logging juga kian menjadi pertanyaan dilingkungan masyarakat sekitar.
Tingginya hukuman bagi pelaku kejahatan illegal logging seperti yang dituangkan pada pasal 19 Huruf A dan atau B Juncto Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf E Juncto Pasal 83 Ayat 1 Huruf B, Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ancaman sanksi pidana bagi pelaku illegal logging yakni hukuman penjara maksimum 15 tahun serta denda maksimum Rp 100 miliar, ini tidak menjadi gangguan bagi para pembalak kayu liar di wilayah Labura itu menghentikan aktivitasnya. Meski sanksi itu bisa dibilang cukup berat, namun fakta di lapangan penegakan hukum pidana terhadap pelaku illegal logging ini belum dilakukan dengan maksimal.
Pantauan Kompasindonesia.id, yang turun langsung ke wilayah Kabupaten Labuhanbatu Raya baru-baru ini. Penegakan hukum bagi pelaku illegal logging yang masih lembek, ini di karenakan beberapa permasalahan yang muncul di antaranya peraturan dan kebijakan yang ada tidak dapat menyelesaikan permasalahan khususnya kejahatan lingkungan. Seperti yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1997 jo UU No. 32 Tahun 2009 tidak dapat menjadi instrumen yang efektif untuk melindungi lingkungan.
Sementara itu, perkembangan teknologi diikuti perkembangan kualitas dan kuantitas kejahatan yang semakin canggih dan seringkali menimbulkan dampak internasional regional dan nasional.
Untuk diketahui, dampak Illegal Logging atau kerugian yang diakibatkan pembalakan liar tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga mencakup sosial dan budaya, untuk itu diharapkan Kapoldasu Irjen Pol Agung Setya Imam segera melakukan tindakan tegas atas aktifitas ilegal logging yang sudah sangat mengkhawatirkan warga disana.
Ilegal logging sebagai rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga jual beli kayu secara tidak sah oleh para mafia yang berkedok pengusaha ini sepertinya harus ditindak tegas langsung oleh APH yang ada ditingkat Propinsi maupun pusat
Sebagai catatan buat kita bersama terkhusus warga atau pengusaha yang berdomisili di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Raya, berikut dampak-dampak illegal logging antara lain. Saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor,
Selain banjir dan tanah longsor, akibat adanya aktivitas ilegal logging ini maka akan berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan hingga akan semakin berkurangnya lapisan tanah subur di daerah itu.
Dampak yang paling kompleks dari adanya illegal logging yaitu, akan terjadinya pemanasan global yang mengakibatkan kerugian bagi negara, serta kelangsungan makhluk hidup di sekitarnya karena terjadinya bencana alam akibat illegal aktifitas logging yang hanya menguntungkan para mafia kayu tersebut.
Kepada Kompasindonesia baru-baru ini, Burhan Humas PT. AMS yang saat ini kembali melakukan pengambilan limbah kayu hasil penebangan hutan PT. SSI di wilayah Desa Poldung Kecamatan Aek Natas, ini mengaku telah mengantongi seluruh perizinan baik dari Dinas terkait.
Saat diminta untuk memperlihatkan dokumen perizinan tersebut, beliau mengatakan kalau dirinya sendiri belum pernah melihat langsung dokumen perizinan tersebut, ” Untuk melihat langsung belum pernah pak, cuma kata atasan saya semua dokumen perizinan sudah lengkap.” kata Burhan.
Terpisah, Amrul Khazari Munthe selaku Kepala Desa Simonis Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labura saat dikonfirmasi Kompasindonesia baru-baru ini juga mengaku belum pernah melihat atau menerima salinan tentang perizinan PT. Agro Martua Sejahtera tersebut.
Lebih lanjut Amrul mengatakan, pihak pengusaha melalui Burhan selaku humas pernah menyampaikan, pemberitahuan terkait kontrak gudang tempat penampungan gelondongan kayu bulat (TPK) yang berada di Desa Simonis tersebut.
“Hanya sebatas pemberitahuan secara lisan bahwa mereka membuka TPK kayu gelondongannya ditanah warga yang berada di Desa Simonis, mengenai ijin pengambilan kayu mereka, saya tidak pernah melihat atau diperlihatkan.” ujar Amrul. (Rudi)