Sorong, Detiksatu.id – Tim kuasa hukum korban kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang diduga melibatkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat berinisial YS, mendatangi Polda Papua Barat Daya untuk menanyakan perkembangan laporan yang telah diajukan sebelumnya.
Kuasa hukum korban, Yance Dasnarebo dari Yayasan Bantuan Hukum (YBH) Kasih Indah Papua, menyatakan bahwa kedatangan mereka ke Polda pada Senin (10/11/2025) sekitar pukul 11.00 WIT adalah untuk memastikan proses hukum berjalan sebagaimanamestinya.
“Kami datang ke Polda Papua Barat Daya untuk menanyakan progres pelaporan dugaan kasus tindak pidana kasus kekerasan seksual yang dilakukan berinisial YS. Kamipun berharap penyidik dapat segera menindaklanjuti laporan ini secara profesional,” ujar Yance.
Menurutnya, pihak penyidik telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap korban dan saksi pada besok hari. Yance menegaskan bahwa seluruh proses hukum diserahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang dan meminta agar tidak ada intervensi dalam bentuk apa pun.
“Kami tekankan agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan atau upaya intervensi dari pihak manapun untuk menekan korban atau keluarganya,” tegas Yance.
Lebih lanjut, Yance menepis tudingan dari pihak kuasa hukum terlapor yang menyebut adanya kepentingan politik di balik laporan tersebut, dengan menegaskan bahwa laporannya murni didasari oleh adanya dugaan tindak pidana
“Tidak ada unsur politik atau kepentingan pihak ketiga. Ini murni upaya mencari keadilan bagi korban,” tambahnya.
Yance juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah bukti tambahan untuk diserahkan kepada penyidik.
Pihaknya akan melibatkan Komnas Perempuan, LPSK, dan lembaga terkait lainnya untuk mengawal proses hukum demi memastikan hak korban terlindungi sepenuhnya.
Sementara itu, Lutfi Solissa, salah satu anggota tim kuasa hukum korban, menjelaskan bahwa laporan polisi telah diterbitkan secara resmi dan kasus tersebut telah memasuki tahap penyelidikan.
“Kami memahami bahwa laporan polisi tidak akan diterbitkan tanpa didukung oleh setidaknya dua alat bukti permulaan. Ini menunjukkan bahwa penyidik telah mengidentifikasi adanya landasan hukum yang kuat dalam penanganan kasus ini,” jelas Lutfi.
Ia juga menegaskan, laporan yang dibuat bersifat murni berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh terlapor, dan tidak didasari oleh motif atau kepentingan lain di luar konteks hukum.
“Laporan ini diajukan karena tindakan terlapor yang secara langsung mengakibatkan kerugian psikis dan sosial bagi korban. Kami berharap Polda Papua Barat Daya dapat bertindak profesional dalam memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi klien kami.” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga merencanakan pengiriman surat kepada Bupati Raja Ampat untuk penindakan administratif, mengingat status terlapor sebagai aparatur sipil negara yang masih aktif.
Mewakili keluarga korban, Filep Imbir berharap agar masyarakat menahan diri untuk tidak membangun opini yang dapat memperburuk kondisi psikologis korban.
“Kondisi mental anak kami sudah sangat terganggu akibat kejadian ini. Kami mohon agar tidak ada lagi pemberitaan yang bisa memberikan tekanan psikologis padanya,” kata Filep.
Ia turut mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya perempuan Papua, agar menunjukkan solidaritas dan mendukung upaya penegakan keadilan bagi korban, demi mencegah terjadinya kembali kekerasan serupa di masa mendatang.
“Ini soal harkat dan martabat perempuan Papua, dan kami menyerukan agar kasus ini menjadi pelajaran berharga dalam menegakkan keadilan seadil-adilnya,” tutupnya.
(Red)


















