Detiksatu.id | Banyuwangi – Di saat rakyat selatan Banyuwangi masih bergulat dengan debu tambang, air yang menipis, dan alam yang terkoyak, justru PT PLN (Persero) dan PT Bumi Suksesindo (BSI) menandatangani perjanjian megah, penyediaan listrik 280 Mega Volt Ampere untuk proyek tambang tembaga di Tujuh Bukit, Pesanggaran.
Aktivis Filsafat Logika Berpikir, Raden Teguh Firmansyah, menilai bahwa kesepakatan tersebut adalah simbol nyata dari negara yang salah arah.
“PLN seharusnya menjadi pelayan energi rakyat, bukan pemasok tenaga bagi korporasi yang mengebom gunung dan menelan kehidupan alam,” tegasnya.
Raden menilai proyek yang disebut bermanfaat bagi masyarakat hanyalah retorika lama untuk menutupi kepentingan besar di balik kerakusan industri tambang.
“Mereka berbicara tentang listrik untuk rakyat, padahal sejatinya listrik itu untuk menghidupkan mesin perusak alam. Rakyat hanya mendapat serpihan debu, bukan kesejahteraan,” ujarnya. Rabu. 15/10/2025.
Dalam logika Raden, kerjasama ini bukan tanda kemajuan, melainkan pengkhianatan terhadap mandat konstitusi yang seharusnya melindungi bumi dan air untuk kemakmuran rakyat.
“Apa arti pasokan listrik jika aliran sungai mati? Apa arti pertumbuhan ekonomi jika akar pepohonan dicabut demi angka produksi?” serunya.
Menurutnya, negara kini hadir bukan sebagai penjaga rakyat, tetapi sebagai penjaga kepentingan tambang. PLN seolah-olah menjadi tangan resmi yang menyalakan mesin penjajahan versi baru, menyediakan energi bagi korporasi yang menguras isi bumi, sementara rakyat di pesisir dan pegunungan hanya menatap langit yang semakin kelabu.
Raden menutup dengan seruan tajam: “Kita tidak menolak listrik, tapi kita menolak penghianatan!
Listrik seharusnya menerangi sekolah, rumah, dan ladang rakyat, bukan menerangi perut tambang yang menggali masa depan anak cucu kita!,”ucapnya.