Palu-Detiksatu.id- Praka Harianto, anggota TNI AD dari satuan 503 Mayangkara dengan NRP 31110248441189, diduga telah mengabaikan kewajibannya sebagai ayah dengan tidak memberikan nafkah layak dan biaya pendidikan kepada anaknya selama tiga tahun terakhir. Tak hanya itu, Harianto juga dituduh melakukan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), pelecehan elektronik, serta menelantarkan ibu anak tersebut. Namun, Pengadilan Militer hanya memutuskan kasus penelantaran, sementara tuntutan lainnya seolah diabaikan.
Menurut laporan, Harianto tidak hanya abai dalam memenuhi tanggung jawab finansialnya, tetapi juga tidak menunjukkan kepedulian saat anaknya sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Sumber terpercaya mengungkapkan, selama tiga tahun ini, Harianto tidak pernah menanyakan kabar atau memberikan dukungan moral kepada anaknya.
Keluhan ini telah dilaporkan ke berbagai pihak berwenang, termasuk Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Namun, hingga kini, belum ada tindakan konkret yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Proses perceraian Harianto dan mantan pasangannya juga dikabarkan dirahasiakan oleh kesatuannya, sehingga hanya pihak internal yang mengetahui dan menghadiri sidang tersebut. Hal ini memunculkan kecurigaan adanya upaya menutupi kasus ini dari publik.
Keluarga korban merasa kecewa karena upaya mereka untuk mendapatkan keadilan dan dukungan finansial bagi anak mereka belum membuahkan hasil. Mereka mendesak pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi dan memberikan sanksi yang sesuai bagi anggota TNI yang lalai dalam tanggung jawabnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan masalah internal TNI, terutama yang melibatkan hak-hak anak dan ibu yang mengasuh. Masyarakat berharap kasus ini segera ditindaklanjuti demi keadilan dan kesejahteraan anak yang menjadi korban.
Terpisah, upaya konfirmasi ke nomor WhatsApp 08137570XXXX milik Panglima TNI Agus Subianto sejak tanggal 4 Maret 2025 hingga berita ini tayang belum mendapatkan respons.
Berita ini telah menarik perhatian publik dan memunculkan pertanyaan serius mengenai mekanisme pengawasan internal TNI dalam menangani kasus-kasus serupa. Harapannya, kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem dan memastikan hak-hak anak terlindungi dengan baik.**